Rabu, 19 Juli 2017

Catatan [ku] tentang Bukittinggi

"Bukittinggi adalah kota terbesar kedua di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Kota ini pernah menjadi ibu kota Indonesia pada masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia. Kota ini juga pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatera dan Provinsi Sumatera Tengah. Kota ini pada zaman kolonial Belanda disebut dengan Fort de Kock dan mendapat julukan sebagai Parijs van Sumatra. Bukittinggi dikenal sebagai kota perjuangan bangsa dan merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan proklamator dan pejabat presiden Republik Indonesia. Kota Bukittinggi terletak pada rangkaian Pegunungan Bukit Barisan atau sekitar 90 km arah utara dari Kota Padang. Kota ini berada di tepi Ngarai Sianok dan dikelilingi oleh dua gunung yaitu Gunung Singgalang dan Gunung Marapi. Lokasinya pada ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut menjadikan Bukittinggi kota berhawa sejuk dengan suhu berkisar antara 16.1–24.9 °C" [wikipedia]

Libur lebaran tahun ini banyak saya habiskan di kampung halaman istri, Nagari Sungai Tarab, Batusangkar. Saya jarang mengunjungi tempat - tempat wisata seperti yang dilakukan oleh para members RTS yang memposting foto - foto liburan mereka di GRUP WA RTS. Akan tetapi satu kota yang tidak pernah saya lewatkan ketika pulang adalah Kota Bukittinggi. 

Setiap kali saya pulang hampir pasti saya mengunjungi Bukittinggi, meskipun disaat libur lebaran, Bukittinggi selalu ramai dikunjungi oleh semua orang dari berbagai pelosok dan pastinya arus lalu lintas menjadi macet. Hari Kamis, 29 Juni dengan menunggangi sepeda motor saya mengunjungi Bukittinggi. Selain untuk membeli oleh - oleh, saya juga sudah janjian bertemu dengan sahabat kental saya sesama penggemar Iwan Fals.

Pukul 09.00 saya memulai perjalanan ini. Indahnya alam Kabupaten Tanah Datar disambut dengan Kabupaten Agam sungguh mempesona hati. Beberapa kali saya hentikan laju motor ini untuk mengabadikan keindahan alamnya.
 
Salah satu pemandangan yang saya potret
Tak butuh waktu yang lama untuk tiba di Bukittinggi. Setelah memarkirkan motor saya menuju Toko Oleh - Oleh Singgalang di dekat Masjid Nurul Haq tak jauh dari Jam Gadang. Beberapa cemilan khas Minang saya beli di toko ini seperti keripik sanjay, dakka - dakka, dan jagung kering. Ketika barang belanjaan sedang dipacking oleh pegawai toko, tiba - tiba ponsel saya berdering. Ternyata yang menghubungi adalah sahabat saya yang sudah janjian sebelumnya. Barang belanjaan saya titipkan ke pemilik toko dan saya pun bergegas menemui sahabat saya tersebut.

Sahabat saya adalah seorang aktivis sosial dan lingkungan, di kota Bukittinggi dia dikenal dengan nama Budhi Djenggot. Kami sama - sama penggemar musisi legenda Indonesia, Iwan Fals. Kami sering bertukar pikiran di medsos membahas kegiatan - kegiatan sosial dan lingkungan. 

Bang Budhi mengajak saya ke sebuah kedai kopi disekitaran Jam Gadang menemui rekan kami lainnya dari Bangkinang. Ditemani kopi khas Minang, kami bertiga pun berdiskusi tentang kegiatan - kegiatan kami, aktivitas hingga bercerita tentang keluarga masing - masing. 
 
ki-ka (Rizki - Budhi - Saya)
Waktu beranjak menjelang sore, saya pun harus berpamitan ke mereka. Bang Budhi lantas mengantar saya. Di pelataran Jam Gadang, beliau menghampiri sebuah toko kaos dan memberikan sebuah kaos untuk anak saya Aluna. Tak berhenti sampai disitu, beliau lalu mengajak saya masuk ke dalam area Jam Gadang dan lantas kami pun mengabadikan pose kami disana (seumur - umur kalo berfoto pasti di lingkar luar pagar) .. terima kasih Bang Budhi Djenggot.

Foto kami di Jam Gadang

Setelah mengambil barang belanjaan di Toko Singgalang, saya pun bergegas pulang. Sempat berhenti sejenak di kawasan yang banyak menjual kaos distro dengan motif kata - kata Bahasa Minang. Sebagai "pengusaha kecil - kecilan" kaos, saya pun mencoba "study banding" masuk ke beberapa toko distro untuk mengamati hasil kreatif mereka. Ternyata hampir semua toko menggunakan bahan kaos combed 30 yang menurut saya agak tipis tapi memang banyak dipakai para pengrajin distro. Saya sendiri biasa memakai bahan combed 24s. Ya .. soal selera kembali ke masing - masing konsumen. Saya banyak mendapat ilmu di toko - toko distro ini, berharap saya pun memiliki sebuah toko distro yang menjual hasil design saya. Amiin.

Waktu makin semakin beranjak magrib, saya pun bergegas memaju motor saya kembali ke Batusangkar. Sungguh pengalaman yang mengesankan. Bertemu sahabat lama, study banding dan menikmati indahnya alam Sumatera Barat. 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar