Jumat, 14 September 2018

Coretan [Ku] Tentang Cerpen : Titipan Ini Ikhlas Ku Kembalikan

Boom .. nemu cerpen yang pernah saya tulis awal 2010 (kalau ngga salah). 
Moga Berkenan
 
 
Titipan Ini Ikhlas Ku Kembalikan

Tak terasa hari telah menjelang malam, matahari sebentar lagi kan pulang digantikan rembulan yang temani sang malam. Lelah sekali tubuh ini, seharian menyusuri jalan, punguti kardus, koran, gelas bekas air mineral atau apapun yang bisa kujadikan uang. Tak seberapa memang, tapi yang penting keluargaku tidak mengemis dan kelaparan.


"Allahu Akbar ... Allahu Akbar ....."
Sayup terdengar suara adzan pertanda magrib datang menjelang, bergegas ku percepat langkah menuju mushala di ujung jalan. Ah, sangkala menyelinap waktunya memohon pengharapan dan pertolongan pemilik alam semesta ini. Yang Maha Kaya, Yang Maha Besar.

Kubuka bungkusan koran berisikan pakaian yang dirapihkan Nur, istriku. Wanita yang selalu setia menemani setiap hembusan nafasku, menemaniku dalam kemiskinan, menemaniku dalam kesengsaraan. Dialah intanku. Alhamdulillah Ya Rabb, Kau anugerahkan sosok sesempurna Nur yang mengerti akan kesulitan- kesulitan hidup yang setia menemani hari - hari kami.

Butiran - butiran air wudhu membasahi mulutku, hidungku,wajahku, tanganku, kepalaku,telingaku, kakiku... "Allahu Akbar ....."

Selepas magrib,kupanjatkan doa, memohon ampun, mengharap belas kasihNya, Ya Rabb... angkat aku dari kemiskinan, aku tak minta jadi kaya tapi aku hanya minta penghidupan yang layak, rizki yang cukup agar aku bisa membahagiakan Nur dan Nissa, buah hatiku yang selalu kujadikan semangat kala raga lelah menelusuri jalan - jalan berdebu ini.

Kulihat isi gerobakku, tak sebanyak biasanya. Mungkin karena jumlah pemulung yang semakin banyak sehingga makin hari semakin berkurang jumlah barang yang bisa kuambil dijalanan. Tapi ini adalah rezeki yang Allah SWT berikan kepadaku hari ini. Dia yang maha mengetahui kebutuhan hambaNya. Aku pun hanya bisa berucap ALHAMDULILLAH.

Kutarik gerobak ini, rinduku yang memuncak kepada Nissa membuatku bergegas pulang ke gubuk reot itu. Hanya tinggal seratusan meter lagi aku akan tiba diistana kecilku. Sesampainya ku didepan pintu.

"Kang .... Kang, cepat kang, Nissa ...." teriak istriku dan kulihat air matanya menetes sekilas raut wajahnya dipenuhi kepanikan.

"Tenang Nur ..... tenang ..... Nissa kenapa? Ada apa ?" tanyaku kepadanya.

"Nissa ... Kang, dari tadi siang panasnya tidak turun - turun, sudah ku kompres  tapi tetap saja tidak turun. Aku khawatir Kang." Sambil terus mengusap - usap rambut Nissa, Nur menjelaskan kondisi bidadari kecil kami.

"Ayo, kita bawa ke rumah sakit ..." ajakku.

"Tapi Kang, kita hanya punya sedikit uang, mau di bayar pakai apa rumah sakit itu?" tutur istriku.

"Kita bawa dulu, yang penting panasnya Nissa bisa turun, ayo lekas Nur !" aku yang mulai panik segera menyuruh Nur bergegas.

Kuturunkan semua isi gerobakku dan kutaruh tubuh mungil Nissa diatas gerobak, kuselimuti dengan kain sarung.Secepat mungkin kutarik gerobak ini sementara Nur mendorongnya dari belakang. Alhamdulillah jarak gubuk kami dengan rumah sakit hanya sekitar 2 km, tak terlalu jauh pikirku.

"Ya Rabb ! sehatkan anakku ... sembuhkan anakku .." pintaku memohon padaNya.

"Mba ........ tolong anak saya Mba, tolong......" pintaku lirih pada perawat di rumah sakit itu.

"Kita bawa ke UGD dulu Pak." perintah perawat tergesa.

Dokter itu sesaat memeriksa tubuh mungil Nissa. Kulihat Nissa seperti menahan sakit yang sangat. Ya Rabb, pindahkan rasa sakit itu kepadaku !

"Sepertinya anak bapak terkena deman berdarah tapi untuk kepastian diagnosanya harus dilakukan tes darah. Silahkan bapak menghubungi petugas kami di meja depan." tutur dokter bertubuh tegap itu kepadaku. Bergegas ku langkahkan kaki menuju meja pelayanan didepan, kusuruh Nur tuk menunggui Nissa di UGD.

"Begini pak, menurut dokter anak bapak harus dites darah untuk mengetahui jenis penyakitnya dan biasanya pasien dengan kondisi seperti itu harus dirawat inap untuk menjaga agar kondisinya tidak semakin drop." jelas petugas rumah sakit itu kepadaku.

"e... harus di rawat inap Mba ?" aku yang mulai panik bertanya kembali padanya.

"Ya pak, dan untuk itu, sesuai dengan peraturan rumah sakit ini, Bapak harus mendepositkan uang sebesar dua juta rupiah sebagai syarat untuk rawat inap." tuturnya sejurus kemudian.

"Dua juta ?? sebesar itukah Mba ? Saya hanya bawa uang tiga puluh ribu, bagaimana Mba ?" sambil kukeluarkan uang recehan dikantongku hasil simpanan Nur seminggu ini.

"Benar pak ! Itu sudah merupakan peraturan dirumah sakit ini. Atau bapak punya Askeskin ? Itu mungkin bisa membantu Bapak." kata petugas itu mencoba memberiku solusi.

"Maaf Mba, entah kenapa nama saya tidak terdaftar sebagai penerimaAskeskin. Padahal saya ini orang miskin, sementara orang yang mampu disekitar rumah saya malah terdaftar namanya sebagai penerima Askeskin. Gimana Mba, saya minta tolong diberikan keringanan. Saya mohon Mba .... " Aku seperti bersimpuh memohon belas kasihnya.

Padahal dalam hidupku pantang aku memohon selain kepada Allah SWT.

"Maaf pak, tidak bisa. Ini sudah menjadi peraturan rumah sakit ini. Saya hanya menjalani tugas saja. Sekali lagi saya minta maaf." tuturnya dengan ramah kepadaku.

"Tapi Mba ... saya benar - benar hanya punya segini, tolong anak saya Mba ... tolong .... saya mohon kebijaksanaan Mba."pintaku lirih.

"Baik Pak, Saya coba hubungi manajemen dulu karena saya tidak mempunyai wewenang. Mudah - mudahan ada jalan keluar pak." katanya mencoba membantuku. Sesaat kemudian dia terlibat pembicaraan ditelpon dengan manajemen rumah sakit itu. Aku hanya bisa berdoa semoga ada jalan keluar terbaik buat Nissa.

Kulihat dari kejauhan, tampak Nur memejamkan mata dan kulihat mulutnya berkomat - kamit memanjatkan doa.

"Maafkan saya Pak, peraturan rumah sakit ini memang begitu. Jika bapak tidak bisa membayar deposit sebesar dua juta rupiah, dengan berat hati anak bapak tidak bisa dirawat disini. Maaf pak," dengan berat hati petugas tersebut menerangkan kepadaku.

Aku hanya bisa membisu, aku coba mengerti tapi tak mengerti, "Ya ... Rabb, tolong hamba, sembuhkan anak hamba." Sekali lagi aku memohon kepadaNya berharap keajaibanNya.

Kuhampiri Nur, kuangkat Nissa dan kubopong di dadaku.

"Panasnya badanmu Nak, maafkan Bapak tak bisa membiayaimu di rumah sakit ini. Kita pulang Nak, nanti Bapak kompres pakai air dingin ya dirumah. Sabar ya Nak, tabah, kamu pasti sembuh, tadi Bapak sudah minta ke Allah agar kamu sembuh." bisikku ke telinga Nissa, entah dia mengerti atau tidak dengan apa yang kubisikan.

"Gimana Kang, kok dibawa keluar ruangan ?" tanyaNur kebingungan.

"Kita bawa pulang Nissa, rumah sakit menolak karena kita tak bisa mendepositkan uang sebesar dua juta dan kita juga tak punya Askeskin." jawabku kepadanya.

"Tapi ... kang .... panasnya belum turun."

"Kita tawakal saja memohon padaNya.Yuk, kita pulang." ajakku pada Nur.

Kutaruh kembali Nissa di gerobak dan kuselimuti dengan kain. Kubawa ia pulang dan gerimis pun mulai menyapa malam diiringi sayup adzan Isya dikejauhan. Aku berlari secepat mungkin agar Nissa tidak kehujanan. Kutinggal Nur dibelakang karena ia tidak bisa mengimbangiku dalam berlari. Bagiku yang penting kami cepat tiba dirumah.

Kubuka pintu rumah, dan kubopong Nissa dari gerobakku.

"Nak, kita dah sampai dirumah, bangun Nak .... Bapak kompres ya ...." Aku mulai terbata untuk berbicara karena tubuh Nissa yang tadinya panas berubah menjadi dingin. Tampak senyum manis bibirnya mengembang.

"Nak .... baa..nggun.... nak ...." kugoncangkan tubuhnya tapi Nissa tetap tidur seolah tak menggubris ucapanku.

"Nak bangun, Nissa .... ayo Nak bangun ....."

Jangan - jangan Nissa ....., kutepis anggapan itu tapi Nissa tetap terbujur, kusentuh bawah hidupnya ... Ya Allah nafasnya terhenti. Seketika kepanikan menjalar ke seluruh tubuh.

"Nur .... Nur .... cepat kemari !!!" Kulihat Nur yang baru tiba didepan rumah dengan nafas tersengal.

"Ada apa Kang ?" tanyanya.

"Nissa tak mau bangun, tubuhnya dingin, mukanya pucat,nafasnya terhenti, jangan - jangan ia ....... cepat Nur, kau lihat kondisinya ! " Pintaku pada Nur.

Bergegas Nur menghampiri Nissa yang masih ku gendong. Diraihnya Nissa dipelukanku sesaat kemudian dibelainya buah hatiku itu.

"Nissa, ini ummi Nak, bangun ... bangun... Nak." Nur coba membangunkannya namun Nissa bergeming tak bergerak sedikitpun.

"Nissaaaa ....Ya Allah ... Innalillahi wa inna ilahi rajiun ...." teriak Nur memecah kepanikanku.

"Jangan kau berkata seperti itu Nur, Nissa masih hidup, dia belum mati !!!" bentakku kepadanya.

"Sadar kang, ... Nissa sudah meninggal ..." tuturnya coba menyakinkah aku.

Kusentuh Nissa, kugendong, kuguncang - guncang tubuh mungilnya. Aku tidak percaya, buah hatiku tiada.

"Nissa, ini Bapak ... Nak, bangun ... bangun ..." coba terus membangunkannya tapi sia - sia, tubuhnya tetap terbujur kaku.

"Ya Allah, mengapa kau ambil anakku, mengapa kau timpakan kemiskinan kepadaku sehingga aku tak mampu membayar rumah sakit. Hei .. Allah !! setiap waktu aku penuhi panggilanMu, setiap malam aku bersimpuh menghadapMu, memohon semua kebaikanMu, tapi apa yang kudapatkan .... kemiskinan, kemelaratan dan sekarang Kau ambil hartaku yang paling berharga ini !!! Kau ambil anakku, dimana Kau yang katanya Maha Pengasih dan Penyayang ? ... Dimana Kau yang katanya Maha Adil ? sementara orang - orang kaya yang korupsi yang suka manipulasi Kau berikan hidup bergelimpangan sementara aku yang selalu memujaMu kau timpakan kemalangan ... Dimana Engkau Ya Allah ..... "

Plak.... tamparan Nur mendarat dipipi kananku, keras sekali, inilah pertama kali ia menamparku, ingin kubalas tapi ...

"Kang, sadar Kang, Istigfar ... aku tak mau punya suami yang mendurhakai Allah, dimana akang yang selama ini aku kenal ketaqwaannya, aku kenal keikhlasannya, aku kenal kesabarannya ? Mengapa kini akang memaki Allah seakan Allah tidak adil kepada kita ... Istigfar Kang... Mohon ampun ... Ini yang terbaik buat Nissa, Allah sayang sama Nissa, oleh sebab itu Allah memanggilnya diusia yang belum tercampuri dosa. Sadar Kang, aku mohon ....." tuturnya setengah marah kepadaku.

Aku yang setengah sadar, rasanya ingin menangis, tersungkur ...

"Ingat Kang, Nissa itu bukan milik kita, dia hanya titipan dari Allah, kita tak punya hak untuk memilikinya, dan kini Allah mengambil titipanNya. Sadar ... Kang, Ikhlas ... aku mohon, jangan akang bebani hidup akang dengan dosa ...." Kulihat air mata Nur mengalir deras, seakan tak rela aku memaki Allah.

Aku bersujud, memohon ampunanNya, "Astagfirullah .. Astagfirullah ... Ya Rabb maafkan hamba, ampuni hamba telah memakiMu, telah berprasangka buruk kepadaMu....ampuni hamba ya Rabb...hamba mohon" berucap kulirih menyesal atas apa yang telah kuucapkan.

"Kang, ayo kita urus Nissa ... kasihan jika terlalu lama kita diamkan." Nur mengulurkan tangannya dan mengangkat aku dari posisi sujudku.

"Ya Rabb ... terima Nissa disisiMu ... Ya Rabb .. titipan ini Ikhlas kukembalikan...." ucapku lirih.
 
Selamat jalan Nak, Maafkan Bapak tidak bisa membahagiakanmu selama ini

Tidak ada komentar:

Posting Komentar